Setelah sekian lama tidak menulis, saya beranikan untuk menulis lagi walau kali ini mungkin tulisan saya terkesan berkeluh kesah :-) Saya memang menghindari menulis di blog ini selama beberapa waktu, terakhir sekitar bulan Maret 2011 saat openSUSE 11.4 dirilis. Sekarang 12.1 sudah rilis ya kemarin. Kudos to all. Ya memang ada beberapa perubahan mendasar seperti systemd, silakan dibaca-baca dulu dari sumber-sumber di internet apa sih systemd itu (just search in google, o iya thanks to Lennart Poettering and Kay Sievers for the breakthrough and brave move!).
Back to the laptop eh.. subyek ... whatever it is, saya tidak menulis karena saya takut suasana pekerjaan saya mempengaruhi tulisan saya. Iya kali ini pekerjaan saya menguras emosi dan logika saya he..he...he... Sebagai seorang "opensource believer" yang dapat kerjaan untuk menyebarkannya di kalangan pendidikan dasar dan menengah ternyata membuat saya hampir putus asa. Hanya kesadaran bahwa apa yang saya lakukan ini mungkin bisa dinilai Tuhan sebagai amal jariah agar anak-anak dan adik-adik kita menjadi generasi yang lebih baik dari generasi saya yang membuat saya tetap bertahan. Dan mungkin juga karena saya seorang pemimpi that just want to make my dream come true :-)
Saya bolak-balik Jakarta dan tempat kerja saya, about 600 km several times in a month. Seringkali saya menemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan hati kecil saya. Dalam satu acara, seorang pendidik mempresentasikan hasil kerjanya yang penuh dengan "right to copy" tanpa memperhatikan aspek legalitas suatu karya. Saya katakan mohon jika mengutip pekerjaan orang lain pelajari dulu lisensinya, proprietary, gpl, Creative Commons Attribution-Share Alike atau apa? Kita sering menyalahkan orang melakukan korupsi atau menghakimi orang yang mencuri, tetapi kita membiasakan diri melakukannya dan memberi contoh kepada anak didik mengenai pencurian hak cipta. What a mess :-( Mengapa berlaku jujur menjadi suatu hal yang sulit dilakukan?
Saya juga agak kecewa ketika membaca adanya pelajaran yang kurikulumnya disusun oleh Kementerian Pendidikan dan menyebutkan penggunaan software proprietary dengan gamblang. Kenapa kita selalu terjebak dengan hal-hal yang membuat hidup ini seperti tidak ada pilihan. Berikanlah kebebasan atas pilihan-pilhan dalam hidup ini, niscaya orang akan bertanggungjawab terhadap pilihan yang mereka lakukan. Ketika tahun 2009 saya ditawari pekerjaan ini sebenarnya pada saat yang sama ada satu tawaran dari sebuah perusahaan high-tech multinasional bermarkas di Eropa pada saya yang kalau dilihat dari sisi finansial berkali lipat besarnya. Saat itu saya menolaknya dengan pertimbangan kapan lagi saya bisa menyumbangkan sesuatu bagi perkembangan opensource sekaligus memberikan sumbangsih bagi kemajuan pendidikan di Indonesia. Tetapi sekarang saya kadang merasa mungkin pilihan saya waktu itu salah, saya agak frustasi dengan kondisi implementasi, kemampuan dan kemauan guru untuk menggunakan opensource, serta yang paling berat adalah kurikulum yang terasa tidak pro opensource. Saya merasa tidak akan berhasil.
Saat ini saya belum menyerah, bulan-bulan ke depan ini akan menjadi bulan-bulan yang sibuk. Kita akan melanjutkan implementasi di lebih dari 200 sekolah, menyempurnakan pusat data dan memperbaiki kondisi koneksi ke pusat data. Semangat harus dikumpulkan, logika dan emosi harus dijaga ketahanannya, hampir setiap hari saya jogging untuik mengimbangi this turbulence condition. Tidak mudah mencapai suatu tujuan, ini adalah sebuah proses.
Back to the laptop eh.. subyek ... whatever it is, saya tidak menulis karena saya takut suasana pekerjaan saya mempengaruhi tulisan saya. Iya kali ini pekerjaan saya menguras emosi dan logika saya he..he...he... Sebagai seorang "opensource believer" yang dapat kerjaan untuk menyebarkannya di kalangan pendidikan dasar dan menengah ternyata membuat saya hampir putus asa. Hanya kesadaran bahwa apa yang saya lakukan ini mungkin bisa dinilai Tuhan sebagai amal jariah agar anak-anak dan adik-adik kita menjadi generasi yang lebih baik dari generasi saya yang membuat saya tetap bertahan. Dan mungkin juga karena saya seorang pemimpi that just want to make my dream come true :-)
Saya bolak-balik Jakarta dan tempat kerja saya, about 600 km several times in a month. Seringkali saya menemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan hati kecil saya. Dalam satu acara, seorang pendidik mempresentasikan hasil kerjanya yang penuh dengan "right to copy" tanpa memperhatikan aspek legalitas suatu karya. Saya katakan mohon jika mengutip pekerjaan orang lain pelajari dulu lisensinya, proprietary, gpl, Creative Commons Attribution-Share Alike atau apa? Kita sering menyalahkan orang melakukan korupsi atau menghakimi orang yang mencuri, tetapi kita membiasakan diri melakukannya dan memberi contoh kepada anak didik mengenai pencurian hak cipta. What a mess :-( Mengapa berlaku jujur menjadi suatu hal yang sulit dilakukan?
Saya juga agak kecewa ketika membaca adanya pelajaran yang kurikulumnya disusun oleh Kementerian Pendidikan dan menyebutkan penggunaan software proprietary dengan gamblang. Kenapa kita selalu terjebak dengan hal-hal yang membuat hidup ini seperti tidak ada pilihan. Berikanlah kebebasan atas pilihan-pilhan dalam hidup ini, niscaya orang akan bertanggungjawab terhadap pilihan yang mereka lakukan. Ketika tahun 2009 saya ditawari pekerjaan ini sebenarnya pada saat yang sama ada satu tawaran dari sebuah perusahaan high-tech multinasional bermarkas di Eropa pada saya yang kalau dilihat dari sisi finansial berkali lipat besarnya. Saat itu saya menolaknya dengan pertimbangan kapan lagi saya bisa menyumbangkan sesuatu bagi perkembangan opensource sekaligus memberikan sumbangsih bagi kemajuan pendidikan di Indonesia. Tetapi sekarang saya kadang merasa mungkin pilihan saya waktu itu salah, saya agak frustasi dengan kondisi implementasi, kemampuan dan kemauan guru untuk menggunakan opensource, serta yang paling berat adalah kurikulum yang terasa tidak pro opensource. Saya merasa tidak akan berhasil.
Saat ini saya belum menyerah, bulan-bulan ke depan ini akan menjadi bulan-bulan yang sibuk. Kita akan melanjutkan implementasi di lebih dari 200 sekolah, menyempurnakan pusat data dan memperbaiki kondisi koneksi ke pusat data. Semangat harus dikumpulkan, logika dan emosi harus dijaga ketahanannya, hampir setiap hari saya jogging untuik mengimbangi this turbulence condition. Tidak mudah mencapai suatu tujuan, ini adalah sebuah proses.
Comments
Post a Comment